Kelompok
hewan konformer dan regulator
Homeostasis adalah tema sentral
dalam fisiologi. Terdapat sejumlah contoh yang sangat banyak dari homeostasis.
Ketika hewan menjadi semakin kompleks danterspesialisasi sepanjang proses
evolusinya, maka homeostasis juga menjadi semakin penting bagi fisiologis
tubuh. Sebagian hewan juga tidak mempertahankan kondisi lingkungan internalnya
untuk menjadi berbeda dengan lingkungan luar sehingga perubahan apapun di luar
akan tercermin dari perubahan di dalam lingkungan internal. Kelompok ini disebut
konformer. Akan tetapi, terdapat batasan-batasan terhadap derajat perubahan
yang terjadi yang dapat ditolerir oleh hewan, jika melewati batastoleransi akan
menyebabkan kematian atau setidaknya kerusakan yang signifikan. Oleh sebab
itulah, sebagian besar hewan maju justru mempertahankan kondisi internalnya untuk
berbeda terhadap kondisi eksternal (yang disebut kelompok regulator). Dalam
kondisi ini, lingkungan internal diregulasi melalui mekanisme-mekanisme
kompleks yang tercakup dalam proses homeostasis sehingga kondisi yang ada tetap
berbeda dan perbedaan itu relatif konstan (Santoso, 2009:8).
D. Sistem
Kontrol Homeostatik Umpan Balik (Feedback)
Mungkin sistem kontrol
homeostatik yang paling utama adalah berdasarkan prinsip umpan balik
(feedback). Umpan balik terbagi atas dua yaitu negatif dan positif. Umpan balik
negatif dapat didefinisikan sebagai suatu prubahan sebuah variabel yang
dilawan oleh suatu respon yang cenderung berkebalikan dengan perubahan
tersebut. Sebagai contoh, pada burung dan mamalia yang harus menjaga suhu
tubuhnya, peningkatan suhu tubuh akan menghasilkan respon-respon spesifik yang
akan mengembalikan suhu tubuh ke keadaan normal. Jadi, umpan balik negatif
berperan dalam menjaga stabilitas fisiologis tubuh.
Hal ini kontras dengan sistem umpan
balik positif dimana perubahan awal pada suatu variabel akan menghasilkan
perubahan yang lebih lanjut pada arah yang sama. Secara garis besar, sistem
umpan balik positif hanya memiliki peran sangat kecil dalam menjaga
homeostasis. Salah satu contohnya adalah koagulasi atau pembekuan darah. Proses
koagulasi bekerja berdasarkan mekanisme umpan balik positif dan dapat dianggap
sebagai suatu proses yang terlibat dalam menjaga volume sirkulasi darah agar tetap
konstan. Dalam banyak hal, keterlibatan mekanisme umpan balik positif dalam mengontrol
atau usaha untuk mengontrol fungsi-fungsi fisiologis normal hewan mungkin dapat
berubah menjadi suatu bencana (kerusakan). Misalnya jika dalam proses termoregulasi
pada burung dan mamalia, jika sistem tersebut bekerja berdasarkan mekanisme
umpan balik positif maka suhu tubuh yang tinggi akan semakin tinggi sehingga
pada akhirnya akan menimbulkan resiko yang fatal. Contoh lain dari sistem umpan
balik positif adalah dalam fungsi sel-sel saraf. Dalam hal ini, influks awal
dari ion Na+ selama tahap awal potensi aksi akan menghasilkan depolarisasi yang
selanjutnya akan meningkatkan influks Na+. Proses ini akan diikuti oleh
depolarisasi yang semakin meningkat dan influks Na+ juga kian aktif. Secara
umum, contoh-contoh proses biologi yang memperlihatkan sistem umpan balik
positif sangat sedikit (Santoso, 2009: 9)
Komponen-komponen sistem umpan balik terdiri
atas stimulus, reseptor, pusat integrasi, efektor dan respon. Akan tetapi
terdapat 3 komponen prinsip yaitu sebuah reseptor, pusat integrasi dan
efektor. Efektor bertanggung jawab dalam mendeteksi perubahan di lingkungan
hewan, baik lingkungan internal maupun eksternal dimana hewan tersebut berada.
Pada hewan, terdapat banyak sekali reseptor yang masingmasingnya akan memonitor
bagian spesifik dari lingkungan. Fungsi reseptor adalah mengkonversi perubahan
yang terdeteksi di lingkungan menjadi suatu potensial aksi yang dikirimkan
melalui bagian aferen sistem saraf menuju ke pusat integrasi. Pusat integrasi
tersebut biasanya berupa otak atau korda spinalis yang dimiliki oleh hewan. Peranan
pusat integrasi adalah untuk mempertimbangkan informasi yang diterimanya sehubungan
dengan variabel spesifik dan bagaimana variabel tersebut seharusnya. Contohnya,
daerah hipotalamus di otak adalah pusat integrasi untuk mengontrol suhu tubuh
pada mamalia. Berdasarkan informasi yang diterimanya dari termoreseptor, hipotalamus
akan memutuskan respon apa yang harus dimulai untuk mengembalikan suhu tubuh ke
kondisi normal. Respon tersebut kemudian dibawah melalui aksi efektor yang
distimulasi melalui jalur neuron eferen (neuron motorik). Efektor adalah
istilah umum untuk struktur yang membawa respon biologis. Respon-respon
tersebut dapat berupa aktivasi muskular, neural atau endokrin.
Berdasarkan uraian sebelumnya,
pusat integrasi yang dapat berupa jaringan atau organ, haru memiliki suatu
nilai awal dari suatu variabel yang dikontrolnya. Nilai tersebut dikenal dengan
titik setiing (set point) dan merupakan nilai yang harus dijaga oleh sistem
tubuh hewan agar tetap konstan. Dalam hal temperatur tubuh, bagi mamalia set
point nya adalah 37oC. Namun, suhu tubuh sebenarnya dapat mengalami perubahan dalam
batas toleransi + 1oC. Untuk hewan lainnya, nilai tersebut akan bervariasi, beberapa
spesies burung akan menjaga suhu tubuhnya sekitar 42oC, sementara mamalia lainnya
tidak dapat menjaga temperatur tubuh secara konstan.
Setiap variabel fisiologis akan
memiliki kisaran tersendiri dan sangat bervariasi. Sebagai contoh, plasma darah
memiliki pH antara 7.35 – 7.45 dan konsentrasi ion K+ antara 3-5.5 mmol/l.
Kisaran sebenarnya yang masih dapat ditolerir oleh sistem fisiologis sangat
bervariasi antar variabel yang berbeda. Hal tersebut mencerminkan adanya hirarki
naturalis dari homeostasis yang mana bebeapa variabel cenderung lebih dikontrol
daripada variabel lainnya. Variabel-variabel yang dikontrol tersebut memiliki fungsi
sangat penting dibandingkan dengan variabel lainnya. pH darah dan cairan tubuh lainnya
adalah salah satu variabel yang dikontrol sangat ketat. Hal ini terkait dengan peranan
pH dalam mempengaruhi keberlangsungan sistem terutama kerja enzim (berkenaan
dengan struktur dan fungsnya). Perubahan pada pH akan menyebabkan perubahan
sangat signifikan dari status ionisasi ikatan pada enzim yang terlibat dalam interaksi
ion yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada struktur enzim. Jika hal
tersebut terjadi, maka akan menjadi sangat destruktif bagi hewan.
Hal sebaliknya justru terjadi
pada level oksigen yang kurang dikontrol secara ketat dalam darah mamalia
dimana level oksigen dapat turun 30-40% sebelum efek-efeknya terhadap
pernafasan terlihat nyata. Fakta berkenaan dengan adanya hirarki naturalis dari
homeostasis antar variabel juga menyiratkan bahwa sistem kontrol homeostasis
yang beragam akan bekerja sama secara kooperatif. Sebagai contoh, pada hewan
yang hidup di gurun, pada siang hari terdapat stres suhu yang sangat ekstrim
yang akan berakibat terjadinya peningkatan suhu tubuh secara drastis.
Satu-satunya jalan untuk melawan perubahan tersebut adalah dengan meningkatkan
evaporasi sehingga akan menurunkan suhu tubuh. Akan tetapi hal tersebut akan
menimbulkan masalah baru karena akan terjadi kehilangan air secara
berlebihan.Gambar:
DAFTAR PUSTAKA
Bima,
2006. Pengaturan Suhu Tubuh. http://bima.ipb .ac.id/~tpb/ materi/bio100/ Materi/ suhu_ tubuh .html.
Diakses tanggal 16 sep
2013
Isnaini,
Wiwi. 2006. Fisiologi
Hewan.
Yogyakarta: Penerbit
Kanisius
Santoso,
Putra. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan.
Padang. Universitas Andalas
Soewolo, 2000. Pengantar
Fisiologi Hewan. Jakarta : Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah IRBD
Loan No. 3979. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Kukus,Yondry,
Wenny Supit dan Fransiska Lintong. 2009. Suhu
tubuh:Homeostasi dan efek kinerja padatubuh manusia. (online: ejournal. unsrat.ac .id/index .php/biomedik/ article/view/ 824.
Diakses tanggal 16 sep
2013
keren artikelnya.
BalasHapusterapi alat kejantanan