Laman

Senin, 14 Oktober 2013

Sistem Kontrol Homeostatik Umpan Balik




 Sistem Kontrol Homeostatik Umpan Balik (Feedback)
Mungkin sistem kontrol homeostatik yang paling utama adalah berdasarkan prinsip umpan balik (feedback). Umpan balik terbagi atas dua yaitu negatif dan positif. Umpan balik negatif dapat didefinisikan sebagai suatu prubahan sebuah variabel yang dilawan oleh suatu respon yang cenderung berkebalikan dengan perubahan tersebut. Sebagai contoh, pada burung dan mamalia yang harus menjaga suhu tubuhnya, peningkatan suhu tubuh akan menghasilkan respon-respon spesifik yang akan mengembalikan suhu tubuh ke keadaan normal. Jadi, umpan balik negatif berperan dalam menjaga stabilitas fisiologis tubuh.


Hal ini kontras dengan sistem umpan balik positif dimana perubahan awal pada suatu variabel akan menghasilkan perubahan yang lebih lanjut pada arah yang sama. Secara garis besar, sistem umpan balik positif hanya memiliki peran sangat kecil dalam menjaga homeostasis. Salah satu contohnya adalah koagulasi atau pembekuan darah. Proses koagulasi bekerja berdasarkan mekanisme umpan balik positif dan dapat dianggap sebagai suatu proses yang terlibat dalam menjaga volume sirkulasi darah agar tetap konstan. Dalam banyak hal, keterlibatan mekanisme umpan balik positif dalam mengontrol atau usaha untuk mengontrol fungsi-fungsi fisiologis normal hewan mungkin dapat berubah menjadi suatu bencana (kerusakan). Misalnya jika dalam proses termoregulasi pada burung dan mamalia, jika sistem tersebut bekerja berdasarkan mekanisme umpan balik positif maka suhu tubuh yang tinggi akan semakin tinggi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan resiko yang fatal. Contoh lain dari sistem umpan balik positif adalah dalam fungsi sel-sel saraf. Dalam hal ini, influks awal dari ion Na+ selama tahap awal potensi aksi akan menghasilkan depolarisasi yang selanjutnya akan meningkatkan influks Na+. Proses ini akan diikuti oleh depolarisasi yang semakin meningkat dan influks Na+ juga kian aktif. Secara umum, contoh-contoh proses biologi yang memperlihatkan sistem umpan balik positif sangat sedikit (Santoso, 2009: 9)
 Komponen-komponen sistem umpan balik terdiri atas stimulus, reseptor, pusat integrasi, efektor dan respon. Akan tetapi terdapat 3 komponen prinsip yaitu sebuah reseptor, pusat integrasi dan efektor. Efektor bertanggung jawab dalam mendeteksi perubahan di lingkungan hewan, baik lingkungan internal maupun eksternal dimana hewan tersebut berada. Pada hewan, terdapat banyak sekali reseptor yang masingmasingnya akan memonitor bagian spesifik dari lingkungan. Fungsi reseptor adalah mengkonversi perubahan yang terdeteksi di lingkungan menjadi suatu potensial aksi yang dikirimkan melalui bagian aferen sistem saraf menuju ke pusat integrasi. Pusat integrasi tersebut biasanya berupa otak atau korda spinalis yang dimiliki oleh hewan. Peranan pusat integrasi adalah untuk mempertimbangkan informasi yang diterimanya sehubungan dengan variabel spesifik dan bagaimana variabel tersebut seharusnya. Contohnya, daerah hipotalamus di otak adalah pusat integrasi untuk mengontrol suhu tubuh pada mamalia. Berdasarkan informasi yang diterimanya dari termoreseptor, hipotalamus akan memutuskan respon apa yang harus dimulai untuk mengembalikan suhu tubuh ke kondisi normal. Respon tersebut kemudian dibawah melalui aksi efektor yang distimulasi melalui jalur neuron eferen (neuron motorik). Efektor adalah istilah umum untuk struktur yang membawa respon biologis. Respon-respon tersebut dapat berupa aktivasi muskular, neural atau endokrin.
Berdasarkan uraian sebelumnya, pusat integrasi yang dapat berupa jaringan atau organ, haru memiliki suatu nilai awal dari suatu variabel yang dikontrolnya. Nilai tersebut dikenal dengan titik setiing (set point) dan merupakan nilai yang harus dijaga oleh sistem tubuh hewan agar tetap konstan. Dalam hal temperatur tubuh, bagi mamalia set point nya adalah 37oC. Namun, suhu tubuh sebenarnya dapat mengalami perubahan dalam batas toleransi + 1oC. Untuk hewan lainnya, nilai tersebut akan bervariasi, beberapa spesies burung akan menjaga suhu tubuhnya sekitar 42oC, sementara mamalia lainnya tidak dapat menjaga temperatur tubuh secara konstan.

 
Setiap variabel fisiologis akan memiliki kisaran tersendiri dan sangat bervariasi. Sebagai contoh, plasma darah memiliki pH antara 7.35 – 7.45 dan konsentrasi ion K+ antara 3-5.5 mmol/l. Kisaran sebenarnya yang masih dapat ditolerir oleh sistem fisiologis sangat bervariasi antar variabel yang berbeda. Hal tersebut mencerminkan adanya hirarki naturalis dari homeostasis yang mana bebeapa variabel cenderung lebih dikontrol daripada variabel lainnya. Variabel-variabel yang dikontrol tersebut memiliki fungsi sangat penting dibandingkan dengan variabel lainnya. pH darah dan cairan tubuh lainnya adalah salah satu variabel yang dikontrol sangat ketat. Hal ini terkait dengan peranan pH dalam mempengaruhi keberlangsungan sistem terutama kerja enzim (berkenaan dengan struktur dan fungsnya). Perubahan pada pH akan menyebabkan perubahan sangat signifikan dari status ionisasi ikatan pada enzim yang terlibat dalam interaksi ion yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan pada struktur enzim. Jika hal tersebut terjadi, maka akan menjadi sangat destruktif bagi hewan.
Hal sebaliknya justru terjadi pada level oksigen yang kurang dikontrol secara ketat dalam darah mamalia dimana level oksigen dapat turun 30-40% sebelum efek-efeknya terhadap pernafasan terlihat nyata. Fakta berkenaan dengan adanya hirarki naturalis dari homeostasis antar variabel juga menyiratkan bahwa sistem kontrol homeostasis yang beragam akan bekerja sama secara kooperatif. Sebagai contoh, pada hewan yang hidup di gurun, pada siang hari terdapat stres suhu yang sangat ekstrim yang akan berakibat terjadinya peningkatan suhu tubuh secara drastis. Satu-satunya jalan untuk melawan perubahan tersebut adalah dengan meningkatkan evaporasi sehingga akan menurunkan suhu tubuh. Akan tetapi hal tersebut akan menimbulkan masalah baru karena akan terjadi kehilangan air secara berlebihan.Gambar:
 

Sistem Kontrol Homeostasis Umpan Kedepan (feedforward)
Kendati sistem umpan balik negatif sangat penting bagi penjaga homeostasis tubuh, ada metode fisiologis lainnya dimana kontrol lingkungan internal juga dilakukan sedemikian rupa. Mekanisme tersebut adalah umpan kedepan (feedforward). Mekanisme ini adalah akivitas antisipasi, suatu perilaku yang bekerja untuk meminimalisir kerusakan sebelum kerusakan itu sendiri terjadi. Contoh yang ideal dari mekanisme ini adalah proses makan dan minum yang berlangsung sekaligus. Aktivitas memakan memiliki potensi penyebab terjadinya dehidrasi karena peningkatan konsentrasi osmolaritas di dalam saluran pencernaan akan menyebabkan kehilangan air dari cairan tubuh untuk menjaga stabilitas osmolaritas tersebut hingga tetap isotonik. Untuk meminimalisir adanya gangguan pada osmolaritas cairan tubuh, kebanyakan hewan minum air pada waktu yang bersamaan dengan makan. Ada juga prilaku lainnya yang berkontribusi terhadap homeostasis pada hewan, misalnya hewan dapat belajar untuk menghindari bahan makanan muntah yang mengganggu homeostasis jika terjadi.


F. Mekanisme Homeostasis Nonfisiologis: Homeostasis Ekuilibrium
Mekanisme-mekanisme homeostasis yang telah uraikan sebelumnya adalah bagian dariaspek fisiologis hewan yang membutuhkan beberapa mekanisme regulasi spesifik(misalnya termoregulasi, regulasi pH). Akan tetapi, juga mungkin untuk menjalankan suatu sistem kontrol tanpa melibatkan mekanisme fisiologis. Hal ini dapat dilihat pada hewan-hewan akuatis baik vertebrata maupun invertebrata yang hidup di dalam badan air yang sangat luas sehingga perubahan temperatur lingkungan menjadi sangat kecil. Temperatur tubuh hewan-hewan tersebut akan selaras dengan temperatur lingkungannya sehingga jika perubahan temperatur air sangat kecil, maka kemungkinan besar temperatur tubuh hewan tidak akan berubah (konstan). Sehingga hewan tidak perlu melibatkan mekanisme kontrol fisiologis tubuhnya untuk mengatur suhu tubuh agar tetap konstan tetapi cukup dengan hanya tinggal di badan perairan yang suhunya relatif stabil. Mekanisme homeostasis ini disebut homeostasis ekuilibrium. Secara esensinya, hewan akan berkonformasi dengan suhu lingkungan eksternal. Akan tetapi apakah homeostasis ini adalah homeostasis sebenarnya atau bukan masih menjadi masalah yang kontroversial.

G. Mekanisme Aklimatisasi
Dengan merangkum dari semua uraian sebelumnya, terlihat bahwa homeostasis merupakan upaya integratif dari hewan dalam mempertahankan kondisi fisiologisnya agar tetap konstan atau berada dalam level perubahan yang masih dapat ditoleransi. Cakupan dari semuanya itu adalah kemampuan hewan untuk merubah kisaran dari perubahan-perubahan variabel fisiologis yang terus dipertahankan tersebut. Kemampuan untuk merubah kisaran inilah disebut dengan aklimatisasi. Mekanisme ini berlangsung sebagai efek kumulatif dari perubahan lingkungan eksternal dan kemampuan sistem tubuh untuk meregulasi kondisi internalnya dengan berbagai mekanisme homeostasis. Jadi, regulasi tersebut adalah produk dari sistem kontrol dasar hewan yang bekerja sama dengan efek-efek lingkungan terhadap variabel tertentu. Contohnya, fisiologi hewan yang hidup di dataran rendah atau sekitar pantai berbeda dengan hewan yang sama spesiesnya tetapi tinggal di tempat yang lebih tinggi seperti di pegunungan karena kadar oksigen akan berbeda pada ketinggian tempat yang berbeda. Ketersediaan oksigen akan menurun dengan bertambahnya ketinggian tempat. Jadi, orang yang tinggal di tempat yang tinggi akan memperlihatkan beragam adaptasi fisiologis dan anatomis dibandingkan dengan orang yang tinggal di dataran rendah dan daerah pantai. Perbedaan tersebut misalnya dari aspek sensitifitas reseptor tubuh dalam mendeteksi level oksigen dalam darah, perbedaan struktur pembuluh darah yang membawa darah miskin oksigen kembali ke pulmo, dan perbedaan dari aspek jumlah dan fungsi eritrositnya.

H. Perubahan-Perubahan Fisiologis
Secara garis besar, perubahan fisiologis yang terjadi pada hewan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu (a) perubahan yang disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan eksternal dan (b) perubahan internal yang diprogram sedemikian rupa dengan atau tanpaperubahan lingkungan eksternal. Perubahan kategori pertama terdiri atas perubahan akut, perubahan kronis (aklimatisasi dan aklimasi), dan perubahan evolusioner. Sedangkan perubahan kategori kedua meliputi perubahan perkembangan (development change), dan perubahan yang dikontrol oleh jam biolohis periodik. Perubahan akut adalah perubahan kondisi fisiologis hewan pada waktu yang singkat (short-term), perubahan yang segera akan muncul setelah lingkungan berubah. Perubahan ini bersifa reversibel. Perubahan akan kembali ke keadaan normal jika kondisi lingkungan eksternal kembali ke keadaan semula. Sedangkan perubahan kronis adalah perubahan fisiologis pada periode yang panjang (long-term) dimana perubahan pada hewan baru akan muncul setelah berada pada kondisi lingkungan yang baru selamau beberapa waktu (hari, minggu, bulan). Perubahan ini juga bersifat reversibel.
Adapun perubana evolusioner adalah perubahan yang muncul karena adanya perubahan frekuensi gen-gen selama beberapa generasi dalam suatu populasi yang berada pada lingkungan baru. Perubahan perkembangan adalah perubahan secara fisiologis yangmuncul dalam suatu jalur spesifik yang telah terprogram sedemikian rupa sejak daritahap perkembangan embrio hingga dewasa dan menjadi tua. Sedangkan perubahan yang dikontrol oleh jam biologi periodik adalah perubahan fisiologi hewan yang berlangsung dengan pola berulang (misalnya setiap hari) dbawah kendali jam biologis(Santoso, 2009:8-14)


 


DAFTAR PUSTAKA

Bima, 2006. Pengaturan Suhu Tubuh. http://bima.ipb .ac.id/~tpb/ materi/bio100/ Materi/ suhu_ tubuh .html.
Diakses tanggal 16 sep 2013
Isnaini, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Santoso, Putra. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Padang. Universitas Andalas
Soewolo, 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta : Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah IRBD Loan No. 3979. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Kukus,Yondry, Wenny Supit dan Fransiska Lintong. 2009. Suhu tubuh:Homeostasi dan efek kinerja padatubuh manusia. (online: ejournal. unsrat.ac .id/index .php/biomedik/ article/view/ 824.
Diakses tanggal 16 sep 2013






 


















2 komentar: