SINDROM DOWN
Dalam siklus sel mitotik terjadi interfase dan fase
mitotik. Dalam interfase terdapat tahapan G1, S, dan G2. Pada tahapan ini,
terjadi penggandaan DNA dan sintesis organel. Tahapan ini memakan waktu 90%
dari total waktu siklus sel. Fase mitotik (mitosis) terbagi
atas lima subfase yaitu profase (benang kromatin
memadat menjadi kromosom), prometafase (selubung nukleus
terfragmentasi, mikrotubulus menempel di kinetokor), metafase (kromosom berderet di bidang ekuator), anafase (kromosom tertarik ke kutub yang berlawanan), dan telofase (nukleus terbentuk
kembali, terjadi sitokinesis). Menghasilkan dua sel anakan dengan kromosom diploid (2n). Dalam siklus sel
meiosis, terjadi dua tahapan pembelahan, yaitu meiosis I yang sebelumnya melewati fase interfase dan meiosis II (tanpa interfase). Dalam meiosis dapat terjadi crossing over, yaitu petukaran gen antar
kromosom homolog. Siklus hampir sama dengan mitosis, tetapi dalam meiosis
menghasilkan 4 sel anakan dengan kromosom haploid (n). (Campbell et al,
2002).
Down
syndrome adalah kelainan kromosom akibat terdapatnya kromosom tambahan
pada kromosom nomor 21. (Wikipedia, 2008). Kelainan ini pertama diketahui oleh
Seguin tahun 1844, tetapi tanda klinisnya ditemukan oleh J. Langdon Down tahun
1866. Setelah dibuat kariotipe dari penderita, terdapat kelebihan sebuah
autosom nomor 21.
Penderita Down
syndrome biasanya dapat dengan mudah dikenali dari penampakan fisiknya
yang khas. Ciri-ciri tersebut diantaranya tubuh pendek dan puntung, lengan atau
kaki kadang-kadang bengkok, kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka,
ujung lidah besar, hidung besar, hidung lebar dan datar, kedua lubang hidung
terpisah lebar, jarak lebar antar kedua mata, kelopak mata mempunyai lipatan
epikantus, dan iris mata kadang-kadang berbintik (brushfield). (Suryo,
2005).
Pada Down
syndrome trisomi 21 (utuh), dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada
waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan
zigot, walaupun kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama.
Oosit primer yang terhenti perkembangannya saat profase pada meiosis I
stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi, yang jaraknya dapat
mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut, oosit mungkin
mengalami disposisi. non-disjunction. Pada kasus Down syndrome,
dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom 21, dan
apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk
zigot trisomi 21. Non-disjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu 1) adanya virus atau kerusakan akibat radiasi; 2) adanya pengandungan
antibodi tiroid yang tinggi; 3) sel telur mengalami kemunduran apabila setelah
berada dalam tuba fallopii tidak dibuahi. Non-disjunction
hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah ada non-disjunction
dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak ada
waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari
adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita Down syndrome jenis
ini mempunyai 47 kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21).
(Suryo, 2005).
Penderita Down
syndrome translokasi mempunyai 46 kromosom t(14q21q). Setelah kromosom
orang tua diselidiki, ternyata ayah normal, tetapi ibu hanya mempunyai 45
kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom
translokasi 14q21q. Ibu merupakan karier, sehingga normal walaupun kariotipenya
45,XX,t(14q21q). Perkawinan laki-laki normal (46,XY) dengan perempuan karier Down
syndrome secara teoritis menghasilkan keturunan dengan perbandingan
fenotip 2 normal : 1 Down syndrome. (Suryo, 2005). Pada Down
syndrome translokasi, susunan kromosom tidak sesuai dengan susunan
kromosom normal. Umumnya kromosom golongan D (13-15) hilang, tetapi muncul
kromosom tambahan pada golongan C (6-12), dan pada ibunya satu kromosom
21 juga hilang. (Emery, 1992).
Daerah 5 Mb
diantara loci D21S58 dan D21S42 telah teridentifikasi mempunyai kaitan dengan
retardasi mental dan sejumlah penampakan fisik penderita Down syndrome,
yang lebih khusus, subregion yang didalamnya terdapat D21s55 dan MX1
(interferon-protein p58)─terletak di pita 21q22.3. Analisis lanjutan
menunjukkan pada daerah 1.6-Mb diantara LA68 dan ERG di 21q22 sebagai Down
Syndrome Critical Region (DSCR), terdiri dari DSCR 1,2,3, dan 4. DSCR1
terekspresikan dengan jelas pada otak dan jantung, dan diduga kuat terlibat
dengan patogenesis Down syndrome khususnya dalam retardasi mental atau
gangguan jantung. DSCR4 terekpresikan cukup jelas pada plasenta. Gen yang
diatur oleh REST transcription factor (TF) dipilih secara selektif.
Salah satu gen diantaranya, SCG10, yang mengkode protein spesifik untuk
perkembangan neuron hampir tidak dapat dikenali. Sel Down syndrome menunjukkan
penurunan aktifitas neurogenesis, dan pemendekan neurit serta perubahan
abnormal pada morfologi neuron. Gen yang diatur oleh REST mempunyai peran
penting dalam perkembangan otak, kelenturan, dan formasi sinaps.
(McKusick, 2008 (online)).
Tidak ada
terapi medis yang tersedia bagi retardasi mental pada penderita Down
syndrome, namun terdapat beberapa alternatif terapi lainnya yang
meningkatkan harapan hidup bagi penderita Down syndrome, yang pada
umumnya disertai beberapa penurunan fungsi organ atau fungsi tubuh. Hal yang
dapat dilakukan pada penderita Down syndrome hanya berupa terapi
penunjang, antara lain seperti konseling genetik, vaksinasi dan perawatan
kesehatan, perawatan medis dan monitoring untuk pasien Down syndrome dewasa,
terapi bedah bagi penyakit yang berkaitan, konsultasi (fisik, occupational
therapy, terapi bicara).
(Chen, 2007 (online)).
Perilaku
berfikir dan sikap anak down syndrom walaupun
umurnya delapan tahun, bisa seperti anak usia enam tahun. Anak normal usia enam
tahun dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dalam permainan kelompok serta
mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan mampu menyelesaikan tugas-tugas
sesuai dengan perkembangan usianya, tetapi anak
down sindrom mempunyai
kekurangan dalam perilaku adaptif. Ketidakmampuan tersebut karena fungsi
intelektualnya yangrendah yaitu denga IQ 70. Perkembangan otaknya mengalami
keterlambatan dalam berkomunikasi. Anak sindrom down mengalami kesulitan
berbicara, berkomunikasi, berinteraksi bahkan berekspresi. (Upi, 2012
(online)).
Secara
fisik dan psikologis anak-anak sindrom down ini mempunyai keistimewaan yang
bisa dikembangkan. Secara fisik anak-anak ini memiliki ligamen-ligamen elastis
penyambung tulanglebih fleksibel,sehingga tubuh mereka lebih lentur
dibangdingkan anak normal. Apabila dilatih menari, gerakan mereka terlihat lebih
indah. Mendidik anak down sindrom yang paling penting adalah fokus. Bila fokus
pada satu bidang tertentu, mereka akan mengerjakannya dengan sepenuh hati.
Hanya bisa dalam menangani anak yang menderita down sindrom perlu kesabaran
ekstra. Untuk it dalam hal ini sangat dibutuhakan dukungan sosial keluarga
untuk membantu mengoptimalkan perkembangan anak down sindrom.
(Usu, 2012 (online)).
Pada Down syndrome trisomi 21
(utuh), dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada waktu pembentukan gamet,
tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun kejadian yang
lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti
perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut
sampai terjadi ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun.
Diantara waktu tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi. non-disjunction.
Pada kasus Down syndrome, dalam meiosis I menghasilkan ovum yang
mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal
yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Non-disjunction
ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) adanya virus atau akibat radiasi;
2) adanya pengandungan antibodi tiroid yang tinggi; 3) sel telur mengalami
kemunduran apabila setelah berada dalam tuba fallopii tidak dibuahi. Non-disjunction
hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah ada non-disjunction
dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak ada
waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari
adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita Down syndrome jenis
ini mempunyai 47 kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21). (Suryo, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece Mitchell. 2002. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Chen, Harold. 2007. Down Syndrome. (http://www.emedicine.com/ped/topic615.htm)
Akses
tanggal 12 November 2008
Emery, Alan F.H. 1992. Dasar-Dasar Genetika
Kedokteran. Yogyakarta: Yayasan Etensia Medika
McKusick,Victor A. 2008. DownSyndrome. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.cgi?id=190685)
Suryo. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Upi. 2008. Down
sindrom. (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_c1051_0802762_chapter1.pdf
)
Diakses 20 November 2012
Usu. 2012. Down
Sindrom. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30426/5/Chapter%20I.pdf)
Diakses 20 November 2012
Akses tanggal 12 November 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar