Laman

Senin, 05 Agustus 2013

Kelainan kromosom SINDROM DOWN



 SINDROM DOWN


Dalam siklus sel mitotik terjadi interfase dan fase mitotik. Dalam interfase terdapat tahapan G1, S, dan G2. Pada tahapan ini, terjadi penggandaan DNA dan sintesis organel. Tahapan ini memakan waktu 90% dari total waktu siklus sel. Fase mitotik (mitosis) terbagi atas lima subfase yaitu profase (benang kromatin memadat menjadi kromosom), prometafase (selubung nukleus terfragmentasi, mikrotubulus menempel di kinetokor), metafase (kromosom berderet di bidang ekuator), anafase (kromosom tertarik ke kutub yang berlawanan), dan telofase (nukleus terbentuk kembali, terjadi sitokinesis). Menghasilkan dua sel anakan dengan kromosom diploid (2n). Dalam siklus sel meiosis, terjadi dua tahapan pembelahan, yaitu meiosis I yang sebelumnya melewati fase interfase dan meiosis II (tanpa interfase). Dalam meiosis dapat terjadi crossing over, yaitu petukaran gen antar kromosom homolog. Siklus hampir sama dengan mitosis, tetapi dalam meiosis menghasilkan 4 sel anakan dengan kromosom haploid (n). (Campbell et al, 2002).

Down syndrome adalah kelainan kromosom akibat terdapatnya kromosom tambahan pada kromosom nomor 21. (Wikipedia, 2008). Kelainan ini pertama diketahui oleh Seguin tahun 1844, tetapi tanda klinisnya ditemukan oleh J. Langdon Down tahun 1866. Setelah dibuat kariotipe dari penderita, terdapat kelebihan sebuah autosom nomor 21.
Penderita Down syndrome biasanya dapat dengan mudah dikenali dari penampakan fisiknya yang khas. Ciri-ciri tersebut diantaranya tubuh pendek dan puntung, lengan atau kaki kadang-kadang bengkok, kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung besar, hidung lebar dan datar, kedua lubang hidung terpisah lebar, jarak lebar antar kedua mata, kelopak mata mempunyai lipatan epikantus, dan iris mata kadang-kadang berbintik (brushfield). (Suryo, 2005).
Pada Down syndrome trisomi 21 (utuh), dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi. non-disjunction. Pada kasus Down syndrome, dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Non-disjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) adanya virus atau kerusakan akibat radiasi; 2) adanya pengandungan antibodi tiroid yang tinggi; 3) sel telur mengalami kemunduran apabila setelah berada dalam tuba fallopii tidak dibuahi. Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak ada waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita Down syndrome jenis ini mempunyai 47 kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21).
 (Suryo, 2005).
Penderita Down syndrome translokasi mempunyai 46 kromosom t(14q21q). Setelah kromosom orang tua diselidiki, ternyata ayah normal, tetapi ibu hanya mempunyai 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi 14q21q. Ibu merupakan karier, sehingga normal walaupun kariotipenya 45,XX,t(14q21q). Perkawinan laki-laki normal (46,XY) dengan perempuan karier Down syndrome secara teoritis menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal : 1 Down syndrome. (Suryo, 2005). Pada Down syndrome translokasi, susunan kromosom tidak sesuai dengan susunan kromosom normal. Umumnya kromosom golongan D (13-15) hilang, tetapi muncul kromosom tambahan pada golongan C  (6-12), dan pada ibunya satu kromosom 21 juga hilang. (Emery, 1992).
Daerah 5 Mb diantara loci D21S58 dan D21S42 telah teridentifikasi mempunyai kaitan dengan retardasi mental dan sejumlah penampakan fisik penderita Down syndrome, yang lebih khusus, subregion yang didalamnya terdapat D21s55 dan MX1 (interferon-protein p58)─terletak di pita 21q22.3. Analisis lanjutan menunjukkan pada daerah 1.6-Mb diantara LA68 dan ERG di 21q22 sebagai Down Syndrome Critical Region (DSCR), terdiri dari DSCR 1,2,3, dan 4. DSCR1 terekspresikan dengan jelas pada otak dan jantung, dan diduga kuat terlibat dengan patogenesis Down syndrome khususnya dalam retardasi mental atau gangguan jantung. DSCR4 terekpresikan cukup jelas pada plasenta. Gen yang diatur oleh REST transcription factor (TF) dipilih secara selektif. Salah satu gen diantaranya, SCG10, yang mengkode protein spesifik untuk perkembangan neuron hampir tidak dapat dikenali. Sel Down syndrome menunjukkan penurunan aktifitas neurogenesis, dan pemendekan neurit serta perubahan abnormal pada morfologi neuron. Gen yang diatur oleh REST  mempunyai peran penting dalam perkembangan otak, kelenturan, dan formasi sinaps.
 (McKusick, 2008 (online)).
Tidak ada terapi medis yang tersedia bagi retardasi mental pada penderita Down syndrome, namun terdapat beberapa alternatif terapi lainnya yang meningkatkan harapan hidup bagi penderita Down syndrome, yang pada umumnya disertai beberapa penurunan fungsi organ atau fungsi tubuh. Hal yang dapat dilakukan pada penderita Down syndrome hanya berupa terapi penunjang, antara lain seperti konseling genetik, vaksinasi dan perawatan kesehatan, perawatan medis dan monitoring untuk pasien Down syndrome dewasa, terapi bedah bagi penyakit yang berkaitan, konsultasi (fisik, occupational therapy, terapi bicara).
 (Chen, 2007 (online)).
            Perilaku berfikir dan sikap anak down syndrom walaupun umurnya delapan tahun, bisa seperti anak usia enam tahun. Anak normal usia enam tahun dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dalam permainan kelompok serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan mampu menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan perkembangan usianya, tetapi anak  down sindrom mempunyai kekurangan dalam perilaku adaptif. Ketidakmampuan tersebut karena fungsi intelektualnya yangrendah yaitu denga IQ 70. Perkembangan otaknya mengalami keterlambatan dalam berkomunikasi. Anak sindrom down mengalami kesulitan berbicara, berkomunikasi, berinteraksi bahkan berekspresi. (Upi, 2012 (online)).
            Secara fisik dan psikologis anak-anak sindrom down ini mempunyai keistimewaan yang bisa dikembangkan. Secara fisik anak-anak ini memiliki ligamen-ligamen elastis penyambung tulanglebih fleksibel,sehingga tubuh mereka lebih lentur dibangdingkan anak normal. Apabila dilatih menari, gerakan mereka terlihat lebih indah. Mendidik anak down sindrom yang paling penting adalah fokus. Bila fokus pada satu bidang tertentu, mereka akan mengerjakannya dengan sepenuh hati. Hanya bisa dalam menangani anak yang menderita down sindrom perlu kesabaran ekstra. Untuk it dalam hal ini sangat dibutuhakan dukungan sosial keluarga untuk membantu mengoptimalkan perkembangan anak down sindrom.
(Usu, 2012 (online)).
Pada Down syndrome trisomi 21 (utuh), dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut, oosit mungkin mengalami disposisi. non-disjunction. Pada kasus Down syndrome, dalam meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. Non-disjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) adanya virus atau akibat radiasi; 2) adanya pengandungan antibodi tiroid yang tinggi; 3) sel telur mengalami kemunduran apabila setelah berada dalam tuba fallopii tidak dibuahi. Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak ada waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari adanya trisomi 21 dalam zigot, kromosom penderita Down syndrome jenis ini mempunyai 47 kromosom (47,XX,+21 atau 47,XY,+21). (Suryo, 2005).


DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece Mitchell. 2002. Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Chen, Harold. 2007. Down Syndrome. (http://www.emedicine.com/ped/topic615.htm)
 Akses tanggal 12 November 2008
Emery, Alan F.H. 1992. Dasar-Dasar Genetika Kedokteran. Yogyakarta: Yayasan Etensia Medika
McKusick,Victor A. 2008. DownSyndrome. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/dispomim.cgi?id=190685)
Suryo. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Upi. 2008. Down sindrom. (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_c1051_0802762_chapter1.pdf )
Diakses 20 November 2012
Diakses 20 November 2012
Akses tanggal 12 November 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar